Saturday 6 August 2011

Teologi Pemberantasan Kemiskinan

Tafsir QS. al-Mâ’ûn/107:1-7:

Oleh: Ayang Utriza NWAY


1.  Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2.  Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3.  Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4.  Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5.  (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6.  Orang-orang yang berbuat riya,
7.  Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.



Ayat 1

Tafsir al-Baghawi

A.    Menurut Muqatil : surat ini turun kepada Ash Ibn Wa’il al-Sahmi
B.     Menurut al-Suddi, Muqatil Ibn Hayyan, Ibn Kisan : surat ini turun kepada Walid Ibn al-Mughirah
C.     Menurut al-Dhahak : surat ini turun kepada Amru Ibn A’id al-Makhzumi
D.    Menurut Atha dari Ibnu Abbas : surat ini turun kepada sekelompok orang-orang munafik.
E.     Al-Din di sini berarti : al-jaza’u wal hisab, pahala/imbalan dan perhitungan.

Tafsir al-Tustari

1.      Makna din : Makna din : al-hisab, hari perhitungan.

Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

1.      Surat Makkiyyah : ayat 1-3
2.      Menggunakan kalimat tanya untuk menegaskan (istifham). Istifham (afirmasi) digunakan untuk sesuatu yang mengagumkan atau mengherankan, dalam hal ini heran karena mengingkari hari pembalasan/perhitungan. Oleh sebab itu, mereka menghardik anak yatim dan tidak memberi makan mereka.
3.      Istifham ini untuk menarik perhatian pendengar mengenai apa yang akan disampaikan dan kabar apa setelah kalimat afirmatif ini. Yang pasti: kalimat setelah istifham berarti akan ada kabar yang penting yang akan disampaikan.
4.      Maka din menurut Ibn Asyur adalah jazâ’ : imbalan atau balasan atau hari perhitungan



Ayat 2

Tafsir al-Baghawi

Bersikap keras dan menolak memberikan kepada anak yatim yang merupakan haknya.
Da’u di sini berarti : menolak dengan keras dan kasar

Tafsir al-Tustari
Menolak hak anak yatim

Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

Fa : ism isyarat : kata petunjuk. Untuk meneruskan rasa keingintahuan dari ayat pertama (melihat apa ?), yaitu mereka yang menghardik anak yatim. Fa juga berfungsi untuk ‘atf, faful atfi, fa penyambung, yaitu antara ayat pertama dan kedua dan ketiga.

Ayat 3

Tafsir al-Baghawi

A.    Tidak memberi makan orang miskin.
B.     Tidak menyuruh memberi makan orang miskin.
C.     Karena mereka tidak percaya dengan adanya pahala atau imbalan.

 Tafsir al-Tustari

Tidak memberi makan anak yatim : turun kepada Wa’il Ibn Ash.

Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

Peringatan kepada kaum muslimin agar tidak memiliki kedua sifat ini (menghardik yatim dan tidak memberi makan orang miskin), karena kedua sifat ini menandakan ketidakpercayaannya kepada balasan dan hari perhitungan.

Ayat 4 dan 5

Tafsir al-Baghawi

A.    Celaka orang yang salat. Yang salatnya lengah.
B.     Lengah akan waktu-waktu salat. Mereka tidak memperhatikan waktu salat, sehingga berlalu demikian saja.
C.     Rasulullah menjawab saat ditanya ayat 5 ini : maksudnya ‘idâ’atul waqti : menghilangkan waktu. Artinya, mereka lengah dari waktu salat, sehingga waktu salat itu berlalu demikian saja hingga masuk waktu salat yang satunya lagi.
D.    Menurut Ibnu Abbas ttg ayat 5 ini : mereka adalah orang-orang munafik yang meninggalkan salat mereka saat orang-orang tidak ada. Dan mereka akan salat saat keramaian, saat mereka ada.

Tafsir al-Tustari

Ayat 4-5 : orang yang melengahkan salat : orang-orang munafik, yaitu mereka yang lengah akan waktu-waktu salat dan tidak menjaga hak-hak salat. Sama seperti yang terdapat di dalam Zabur Nabi Daud as. : mereka yang pergi ke gereja, dan beribadah di dalamnya, tetapi hati mereka terikat dengan hal-hal duniawiah. Daud bertanya : apakah mereka meremehkanku ? ataukah mereka menipuku ?

Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

1.      Ayat 4-7 adalah surat Madaniyyah.
2.      Ayat 4-5 ini sama dengan al-Muddatsir 43 dan 44.
3.      Kata kerja di dalam ketiga ayat ini « yukazzibu » « yadu’u » « yahuddu » berbentuk fi’il al-mudâri’, kata kerja masa kini, untuk menunjukkan perbuatan yang terus berulang (takarrur) dan terus menerus (dawam). Artinya ketiga kata kerja ini berkaitan satu sama lain dan perbuatan mendustakan adanya balasan/imbalan dan hari perhitungan terjadi berulang-ulang (takarrur) di mana saja dan akan selalu ada (dawam).
4.      Penggunaaan fi’il mudari juga menandakan bawa perbuatan menghardik dan tidak memberi makan anak yatim yang merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap hari imbalan atau balasan atau hari perhitungan adalah perbuatan yang terjadi dari masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.


Ayat 6 dan 7

Tafsir al-Baghawi
Ayat 6
A.    Salat hanya untuk riya
B.     Al-Nisa/4 :142
C.     Menurut Qatadah : mereka lengah : tidak peduli salat atau tidak salat
D.    Mereka tidak mengharapkan pahala jika salat dan tidak takut azab jika mereka tidak salat.
E.     Menurut Mujahid : mereka lengah akan salat dan mereka meremahkan salat.
F.      Menurut al-Hasan : mereka salat hanya untuk riya ; dan kalau tidak salat, mereka tidak menyesal.
G.    Menurut Abul Aliyah : mereka tidak salat pada waktunya dan kalau salat, mereka tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Maksudnya: mereka salat dengan cepat, tidak khusyuk, hanya menggugurkan kewajiban.

Ayat 7
H.    Makna al-ma’un, menurut riwayat dari Ali Ibn Abi Talib dan juga al-Hasan, Qatadah, al-Dhahak : zakat. Mereka mencegah atau menolak membayar zakat.
I.       Menurut Abdullah Ibn Mas’ud dan Said Ibn Jubayr dari Ibnu Abbas : ember, cangkul, wajan  (kata kiasan untuk menyatakan barang-barang yang berguna)

Tafsir al-Tustari
1.      Ayat 6 : riya : syirik kecil.
2.      Ada 2 syirik : syirik atas zat Allah (al-syirku fi zatillahi) : tak terampuni. Syirik dalam muamalah (al-syirku fil mu’amalah) : beribadah tetapi ingin dipuji orang : salat ingin dipuji, haji ingin dipuji. Ini adalah syirik kecil (syirik khafiyy).
3.      Nasehat Nabi saw. kepada Muaz Ibn Jabal : « Ikhlaslah untuk Allah, maka cukuplah amal ibadahmu yang sedikit, akhlis lillahi, yakfîkal qalîlu minal ‘amali »

Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

1.      Iman kepada hari perhitungan atau hari pembalasan adalah garis pemisah/pembeda, antara mereka yang beriman dan yang tidak beriman, yang akan menanamkan sifat untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik (saleh) sehingga jiwa menjadi bersih dengan mudah mendorong jiwa melakukan perbuatan baik tanpa beban dan tidak perlu perintah untuk melakukan kebajikan dan menghindari dari perbuatan yang menyebabkan azab dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.
2.      Sahun : munafikin, menurut riwayat Ibnu Wahib dan Asyhad dari Malik.
3.      Yang celaka : mereka yang salat dengan lalai : dengan riya, tidak
4.      Mereka yang tidak percaya terhadap hari penghitungan adalah mereka yang :
A.    Menghardik anak yatim
B.     Menelantarkan/tidak memberi sandang, pangan, dan papan anak yatim.
C.     Meninggalkan atau lengah salat.
D.    Riya.
E.     Tidak mau memberi zakat.


Rujukan

1.      al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi, Lebanon, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t., bab surat al-Mâ’ûn.
2.      Muhammad Tahir Ibn Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Tunisia, Dâr Sahnûn, 1997, juz 30, hlm. 564-566.
3.      Ibn al-Tustari al-Katib, Tafsîr al-Tustarî, Lebanon, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, bab surat al-Mâ’ûn.

No comments: