Tuesday 2 August 2011

Demi Toleransi, Demi Kemajemukan : Tafsir atas QS. al-Kafirun/109 :1-6

Oleh: Ayang Utriza NWAY

1.  Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2.  Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3.  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4.  Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5.  Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
6.  Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."


Tafsir al-Qurtubi, juz 20, hlm. 225-229 (Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah)

  • Dari Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan tentang turunnya surat ini. Ibnu Abbas berkata bahwa suatu hari «Walid Ibn al-Mugirah, Ash Ibn Wail, Aswad Ibn Abdul Mutallib, dan Umayyah Ibn Khalaf datang kepada Nabi saw. dan berkata ‘Wahai Muhammad, marilah, kita menyembah apa yang engkau sembah dan engkau menyembah apa yang kami sembah. Kita akan bekerjasama, antara kami dan engkau, dalam semua urusan. Jika ada kebaikan yang ada pada kami, berarti engkau sudah berperan dan memiliki bagian di dalamnya. Demikian juga jika ada kebaikan pada engkau berarti kami sudah berperan dan memiliki bagian di dalamnya. »
  • Riwayat Abu Salih dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa «Kaum musyrik Mekah itu berkata ‘Hai Muhammad, jika engkau telah menerima tuhan-tuhan kami, maka kami pasti mempercayaimu (beriman kepadamu).» Lalu turunlah malaikat Jibril menyampaikan surat al-Kafirun ini.
  • Usaha mereka gagal membujuk Nabi saw. Akhirnya mereka putus asa dan menyiksa Nabi dan para sahabatnya.
  • Kata al-kafirun di dalam surat itu dengan menggunakan alif dan lam menandakan sesuatu yang sudah pasti (le/la/les dalam bahasa Prancis atau the dalam bahasa Inggris, yé dalam bahasa Persia, das dalam bahasa Jerman atau des dalam bahasa Belanda).
  • Artinya, surat ini menunjuk pada orang-orang kafir yang sudah pasti, yaitu mereka yang bicara kepada Nabi dan yang pasti mati di dalam kekafiran sesuai kemahatahuan Allah atas nasib para orang-orang Kafir tersebut.
  • Al-Mawardi menjelaskan kata ‘al-kafirun’ adalah kata yang khusus dengan menggunakan lafaz umum. Yang dimaksud kafir di dalam ayat ini adalah orang-orang kafir tertentu. Karena ada orang kafir, tetapi setelah itu beriman dan menyembah Allah. Namun, ada juga yang tetap kafir dan mati atau terbunuh dalam kekafiran. Nah, orang kafir jenis terakhir inilah yang dimaksud ayat tersebut.
  • Menurut Qurtubi kata ‘al-kafirun’ di dalam ayat itu adalah penghinaan bagi orang-orang musyrik yang menolak dakwah Nabi dan beriman kepada Allah. Orang-orang kafir itu sendiri tidak senang dirinya dipanggil kafir.
  • Nampaknya kata kafir adalah kata yang amat menghina, merendahkan, dan sebutan tak bernilai saat itu. Oleh karena itu, Nabi pernah bersabda ‘Barang siapa mengatakan kafir kepada saudaranya, maka perkataan itu kembali kepadanya, maka dialah yang kafir.’
  • Ayat ke-6 surat itu : ada 2 pendapat. 1. Engkau sudah rela dengan agamamu, maka kami juga sudah rela dengan agama kami. Menurut sebagian ulama ayat ini sudah dihapus dengan ayat perang. 2. Maka ‘din’ di dalam ayat tersebut adalah ‘jazâ’ yang berarti imbalan atau balasan. Artinya, maka bagimu imbalan dan balasan dari apa yang engkau jalankan menurut keyakinanmu, dan bagiku imbalan dan balasan dari apa yang aku kerjakan.


Tafsir al-Tabari, juz 30, hlm. 337 (al-Ma’rifah:1990)

  • Berjumlah 6 ayat, turun di Mekah.
  • Kaum musyrik Mekah menolak dakwah Nabi.
  • Ada tawaran dari musyrik Mekah : mereka akan menyembah Allah selama setahun, dan sebaliknya Nabi akan menyembah tuhan kaum musyrik setahun yang akan datang. Terus bergantian seperti ini. 1 tahun menyembah Allah, 1 tahun menyembah berhala.
  • Mendengar tawaran dari musyrik Mekah ini, Allah menjawabnya dengan menurunkan surat al-Kafirun ini.
  • Allah berfirman kepada Nabi «Hai Muhammad katakanlah kepada kaum musyrik itu: hai orang-orang musyrik demi Allah, tidak akan aku menyembah tuhan dan berhala-berhala kalian, tidaklah kalian juga akan menyembah apa yang aku sembah sekarang. Tidaklah aku akan menyembah di masa yang akan datang apa yang kalian sembah pada masa lalu. Tidaklah kalian juga akan menyembah di masa yang akan datang apa yang aku sembah di masa sekarang dan lalu
  • Allah swt. sudah tahu bahwa kaum musyrik Mekah ini tidak akan beriman kepada Allah selama-lamanya. Apa yang diwahyukan Allah kepada Nabi bertujuan: membuat kaum musyrik putus asa atas tawaran dan usaha-usaha mereka menghentikan dakwah Nabi. Di sisi lain, Nabi juga putus asa dengan sikap kaum musyrik yang keras menolak dakwah Nabi hingga akhirnya mereka berperang di Badar di mana kaum musyrik yang menentang Nabi banyak yang tewas.
  • Sebab turunnya surat ini menurut Ibnu Abbas «Kaum Quraisy Mekah berjanji memberikan harta sampai Nabi menjadi orang terkaya di Mekah dan akan menikahkan dengan perempuan mana pun yang ia inginkan. Mereka berkata ‘Wahai Muhammad inilah tawaran dari kami untukmu. Karena itu, berhentilah mencaci tuhan-tuhan kami dan jangan menjelek-jelekkan mereka lagi. Jika kamu tidak menerimanya. Maka ada satu tawaran lagi dari kami untukmu, maka antara kami dan kamu ada perdamaian. Apa itu? Kata Nabi saw. Kaum Quraisy Mekah menjawab ‘Engkau menyembah tuhan kami setahun, Lata dan Uzza, dan kami akan menyembah tuhanmu setahun.» «Nabi Menjawab, ya, tapi saya akan lihat dulu apa tanggapan Tuhan saya.» Lalu turunlah dari lawhul mahfuz surat al-Kafirun ini. Dan Allah juga berfirman «Apakah aku harus menyembah selain Allah wahai orang bodoh… ».


Tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Tafsir Ibn Asyur juz 30, hlm. 580-584 (Tunis : Dâr Sahnûn, 1997)

  • Permulaan surat dengan kata «qul» :
  • Pertama, untuk menarik perhatian (lil-ihtimâm). Maksudnya agar umat manusia tahu bahwa surat dan ayat ini benar-benar diturunkan dari Allah dan benar-benar ternas (tercatat) bahwa Allah berfirman dengan kata kerja ‘menyampaikan’ yaitu qul, katakanlah. Artinya, sampaikanlah…katakanlah…
  • Kedua, untuk memanggil (lin-nidâ’). Dengan perkataan pertama yang keluar ‘qul’, katakanlah, maka kata itu bertujuan mengajak perhatian para pendengar dan pembacanya tentang apa yang akan disampaikan kemudian.
  • Pembahasan antara ayat 1 hingga 5, Imam Ibnu Asyur menjelaskannya secara kebahasaan untuk menunjukkan ketauhidan yang amat mendalam di dalam surat ini.
  • Ayat ke-6 : ada perbedaan cara baca ‘liya’ yang berarti bagiku.
  • Ada yang memfathahkan, jadi ‘liya’, yaitu para imam ahli al-Quran: Nafi dan al-Bazzi dari Ibnu Kasir dan Hisyam dari Ibnu Amir dan Hafs dari Ashim.
  • Dan ada juga yang mensukunkan, jadi ‘li’, yaitu Qunbul dari Ibnu Kasir, Ibnu Zakwan dari Ibnu Amir, Abu Bakar dari Ashim, Hamzah, al-Kisa’i, Abu Ja’far, Ya’qub, dan para ulama khalaf.
  • Perbedaan cara membaca mempengaruhi hukum.


Sumber Rujukan :

Imam Qurtubi , Tafsir al-Qurtubi, juz 20, Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah.
Imam Tabari, Tafsir al-Tabari, juz 30, al-Ma’rifah : 1990.
Muhammad Tahir Ibn Asyur, Tafsir al-Tahrîr wa al-Tanwîr, juz 30, Tunis : Dâr Sahnûn, 1997.

No comments: