Oleh: Ayang Utriza Yakin, DEA., PhD
Rasanya, tidak pernah habis pelajaran yang dapat dipetik dari
Rasulullah saw. dari berbagai segi kehidupannya. Hal ini ini sendiri memang
telah difirmankan oleh Allah swt. di dalam Alquran, surat al-Ahzab:
Bismillahirrahmanirrahim “Laqad kâna lakum
fî rasûlillâh uswatun hasanatun…., artinya telah terdapat di dalam diri
Rasulullah teladan yang baik bagi kalian.”
Bahkan, Siti Aisyah ra. saat ditanya
oleh para sahabat bagaimana akhlak Rasulullah saw., beliau menjawab “Kâna khuluqu Rasûlillah saw. al-Quran”,
artinya “Akhlak Rasulullah adalah al-Quran”. Apa maksudnya? Siti Aisyah
bertanya “a taqra’ûna sûrat al-mu’minîn?” Apakah kalian membaca Surat
al-Mukminin? Sahabat menjawab: “Ya.” “Baca,” kata siti Aisyah. “Qad aflahal mu’minunal lazina fi salatihim
khasyi’un, wallazina hum anil lagwi mu’ridûn, wallazina hum lizakati fa’ilun,
wallazina hum lifurujiihum hafizun….” Sungguh beruntung orang-orang mukmin
yang salatnya khusyuk, yang menghindari dari perbuatan lagwu (sia-sia dan tak
bermanfaat), yang menunaikan zakat, dan yang menjaga kesucian mereka…” Jadi,
Rasulullah saw. adalah orang yang : pelaksana salat yang khusyuk, tidak
melakukan perbuatan tidak berguna, penunai zakat, dan penjaga kesucian dirinya.
Subhanallah, akhlak Rasulullah saw. ini.
Pada kesempatan yang singkat ini, kita akan mempelajari
akhlak Rasulullah saw. langsung dari orang terdekat beliau, yang bukan keluarga
beliau, sehingga penilaian terhadap pribadi Rasulullah lebih apa adanya
(obyektif). Kesaksian ini adalah kesaksian tentang sikap Beliau kepada istri,
pembantu atau pekerja kita, dan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Kami
akan sampaikan 2 hadis yang bersumber dari Anas Ibn Malik ra. sebagaimana
termaktub di dalam kitab kumpulan hadis mengenai akhlak Nabi Muhammad saw.
berjudul “Akhlaq al-Nabiyy” karangan
Abû al-Syaikh al-Isbahani (369 H.)
Dari Anas Ibn Malik, ia berkata: “laqad khaddamtu Rasulullahi saw. asyara sinina, fawallahi mâ qâla lî
uffin qattun, wa lam yaqul lisyay’in fa’altuhu: lima fa’alta, kazâ wa kazâ, wa
lâ lisyay’in lam af’alhu: illâ fa’altu kazâ “ dan di dalam riwayat lain
Anas juga berkata: “lam yadribni qattun,
wa lam yantahirni qattun, wa lam ya’basu wajhuhu alayya yawman qattun.”
Artinya “Aku telah melayani (menjadi pembantu) Rasulullah
selamat 10 tahun, dan demi Allah (selama itu), ia belum pernah berkata kepadaku
“Ah” sama sekali. Ia juga belum pernah berkata atas apa yang telah aku lakukan:
‘mengapa kau melakukan ini dan itu’. Ia pun belum pernah berkata atas apa yang
belum aku lakukan ‘ada baiknya kau laukan ini?’”. Selanjutnya Rasulullah pun
“belum pernah memukulku sama sekali, belum pernah membentakku sama sekali,
belum pernah bermuka masam kepadaku, walau sehari sekalipun.” Allahu akbar,
kesaksian yang berharga bagi kita untuk menjadi cermin pribadi.
Jadi, berdasarkan hadis tersebut, Rasulullah saw. adalah
pribadi yang:
1 Tidak pernah mengatakan ‘ah.’ Ini artinya apa,
Rasulullah tidak pernah menghina orang lain, meremehkan pekerjaan orang lain,
menganggap rendah apa yang dikerjakan. Coba kalau dibandingkan dengan kita,
astagfirullahalazim. Berapa ribu orang yang telah kita remehkan, hinakan,
rendahkan pekerjaannya, harga dirinya, usahanya.
2.
Rasulullah tidak pernah bertanya tentang apa
yang telah dikerjakan: “kenapa kamu melakukan ini dan itu?” Rasulullah menganggap
orang lain itu dewasa dan bertanggungjawab atas apa yang ia lakukan. Nabi itu
tidak usil dan iseng ingin tahu urusan orang lain. “Kenapa kamu mengerjakan
ini, kenapa kamu tidak pernah mengerjakan itu…” Rasulullah mengajarkan umatnya
untuk bersikap dewasa: jangan usil dengan urusan orang lain. Coba bandingkan
dengan kita: kita ingin tahu urusan orang lain. Kita ingin tahu dapur rumah
tangga orang lain. Kita turut campur urusan tetangga. Kita turut campur hal-hal
yang bukan menjadi urusan kita. Kita senang sibuk dengan urusan orang lain,
padahal urusan diri sendiri belum selesai dan masih banyak yang harus
dikerjakan.
3.
Rasulullah tidak pernah menanyakan tentang apa
yang akan dikerjakan: “kamu mau apa, kamu akan melakukan apa?” Ini artinya, Rasulullah
memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melakukan apa yang diinginkan,
tentu bertanggungjawab. Coba bandingkan, kita selalu menginginkan orang lain
melakukan apa yang kita inginkan.
4. Rasulullah saw. tidak pernah memukul. Ia tidak pernah memukul pembantu atau
pekerja. Bahkan, Rasulullah tidak pernah memukul istri dan siapa pun. Aisyah
ra. berkata: “mâ daraba al-nabiyyu saw.
imra’atan qattun, wa la daraba khâdiman qattun, wa la daraba biyadihi qattun.”
Artinya, Rasulullah tidak pernah memukul perempuan (istri), tidak pernah
memukul pembantu (pekerja), dan tidak pernah memukul siapapun dg tangannya.”
Bandingkan dengan kita, berapa kali tangan ini sudah melayang ke istri,
pembantu, anak, dan orang-orang terdekat kita… Na’uzubillah. Katanya, kita
mengaku umat Nabi Muhammad saw., tetapi kenapa kita suka kekerasan? Nabi
pecinta damai. Nabi tidak suka kekerasan. Berapa orang yang telah kita sakiti
dengan tangan kita? Astagfirullah…
5.
Rasulullah tidak pernah membentak. Allahu akbar.
Selama 10 tahun, Anas Ibn Malik tidak pernah dibentak saat bekerja
melayani/membantu Rasulullah saw. Bandingkan dengan kita, berapa ribu kali kita
membentak anak, istri, orang tua, pembantu, pekerja, tetangga, teman dan
orang-orang di sekeliling kita? Berapa?
6.
Rasulullah tidak pernah bermuka masa kepada
siapapun. Nabi tidak pernah “nyemberutin” orang. Sekali Nabi bermuka masam,
langsung ditegur oleh Allah swt. Itulah sebab-musabab diturunkannya surat Abasa
(bermuka masam). Saat Rasulullah bermuka masam kepada Ibnu Maktum, karena ia
ingin mengikuti pengajian kalangan bangsawan suku Quraisy. Akibat perbuatan
ini, Allah langsung menegurnya. Jadi, Rasulullah hampir tidak pernah bermuka
masam kepada siapapun. Nabi tidak pernah cemberut. Bandingkan dengan kita.
Berapa ribu kali kita cemberutin istri kita, suami kita, anak kita, orang tua
kita, teman kita, dan orang-orang di sekeliling kita.
Dari uraian di atas, jelaslah Rasulullah adalah contoh dan
teladan agung bagi kita. Ia panutan kehidupan. Kita belajar dari hadis yang
diriwayatkan Anas Ibn Malik bahwa Rasulullah tidak pernah: 1. berkata “ah.”, 2.
Tanya apa yang telah dilakukan, 3. Yang akan dilakukan, 4. Memukul, 5.
Membentak, dan 6. Bermuka masam. Marilah kita meneladani pribadi agung ini dan
mengejawantahkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment