Monday 1 August 2011

Jihad dan Bom Bunuh Diri

Oleh: Ayang Utriza NWAY


Islam  Radikal akan terus eksis sepanjang pemahaman agama yang kaku dan dogmatis masih dominan di tengah umat Islam. Islam Radikal akan tetap menjadi ancaman sosial dan keamanan serius selagi tafsir terhadap bom bunuh diri masih dianggap syahid yang imbalannya surga.

Kasus pelaku bom di Indonesia adalah bukti yang sangat kuat akan ideologi Islam Radikal, yaitu bahwa bom bunuh diri adalah jihad yang imbalannya surga. Para pelaku teror bom selalu menyatakan berjihad karena ingin masuk surga. Namun, bisakah dikatakan pelaku bom bunuh diri di Indonesia sedang berjihad, dan jika mati dikategorikan sebagai syahid?

Jihad
Jihad adalah perang bersenjata di jalan Allah untuk melawan orang-orang kafir (al-Syarbînî/II :770). Berangkat dari definisi ini, pertama, jihad dapat dilaksanakan jika ada musuh yang harus dilawan dan ditaklukkan. Kedua, jihad mengandaikan ada 2 wilayah dalam keadaan perang terus-menerus, yaitu antara wilayah Islam (dâr al-Islâm) dan wilayah musuh (dâr al-harb). Ketiga, jihad menuntut pengorbanan jiwa-raga.  Makna jihad seperti ini hanya terjadi pada masa Nabi saw. dan imperium Islam. Jihad saat itu menjadi alat strategi ekspansi politik, sosial dan agama. Jihad bertujuan menaklukkan dan mengislamkan dunia, serta menerapkan hukum Islam di dalamnya.

Pada masa kini, konsep jihad seperti di atas sama sekali tidak kontekstual, apalagi di Indonesia, sebab: pertama, Indonesia adalah wilayah kesatuan utuh, merdeka dan aman serta tidak terlibat perang dengan negara mana pun yang dapat dikategorikan sebagai musuh. Kedua, di Indonesia tidak ada wilayah Islam dan non-Islam, karena pembagian provinsi di Indonesia tidak berdasarkan agama.

Ketiga, berjihad di Indonesia saat ini bukan dengan jiwa, tapi dengan harta. Di saat rakyat Indonesia sulit seperti sekarang, maka dibutuhkan orang yang mau berjihad dengan harta untuk membantu kaum fakir-miskin. Alquran menempatkan mereka yang berjihad dengan harta lebih tinggi ketimbang berjihad dengan jiwa (QS.61:11).

Keempat, makna hadis Nabi saw. «Berjihadlah terhadap orang-orang kafir dengan dirimu, hartamu dan lisanmu.» ialah bahwa berjihad dengan diri tidak berarti menumpahkan darah dan menjadi syahid. Tetapi jihad dengan diri berarti mensucikan dan membersihkan jiwa (al-Syarbâsî/III:337). Dan mempersenjatai jiwa, bukan dengan pedang, tapi dengan perbuatan yang baik, bermanfaat, ilmu pengetahuan, keimanan dan keyakinan yang tulus.

Oleh karena itu, jihad di Indonesia bukan membawa senjata dan masuk ke dalam medan pertempuran, apalagi membom orang-orang yang tak bersalah. Jihad yang sesungguhnya ialah berjuang menegakkan kebenaran untuk menciptakan masyarakat dan negara yang demokratis, adil, sejahtera, manusiawi dan tidak korup.

Syahid dan Surga
Jihad berkait erat dengan syahid. Di dalam Islam, syahid adalah orang yang memberikan kesaksian atas keimanannya dengan cara berjihad, terlibat dalam kekerasan. Syahid, dalam istilah hukum Islam, berarti saksi. Kesaksian ini yang menghubungkan dengan perang suci. Jika dia mati dalam berjuang (jihad), maka dia menjadi saksi (syahid) (Delcambre&Bosshard (et.alii);2004:72-4). Mengapa orang beriman berharap mati menjadi syahid?.

Alquran memberikan ganjaran yang luar biasa bagi para syahid. Mereka menjual kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat yang penuh dengan kenikmatan sebagai imbalannya (QS.4:74). Allah berjanji akan menghapus semua dosa syahid dan bisa langsung masuk surga tanpa perhitungan (QS.3:195). Menurut hadis Nabi, dia akan diberi 70 bidadari surga. Imbalan ini menarik orang mukmin untuk mati, sebab, menurut mereka, surga hanya dapat ‘dibeli’ oleh pengorbanan jiwa-raga (syahid). Islam pun menjadi agama yang menjanjikan kenikmatan ragawi setelah kematian.

Orang mati syahid dengan mengharapkan kenikmatan ragawi seperti itu, tak ubahnya seperti pedagang. Imam Ali Ibn Abi Thalib berkata “ibadah pedagang adalah orang yang beribadah karena mengharapkan surga.” Pada titik ini, tak ada nilai seorang syahid. Dia mati hanya untuk ambisinya: keselamatan dan kenikmatan individual. Tetapi dia telah meninggalkan penderitaan luar biasa bagi orang hidup.

Syahid, menurut Umar Ibn Khattab, adalah orang yang menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya dan hanya dengan-Nya ia merasa cukup (al-syahîd man ihtasaba nafsahu ‘ala Allâhi) (al-Zarqânî Syarh al-Muwattha’/III:48). Orang yang mensucikan niat untuk hidup hanya untuk Allah, dialah syahid yang sesungguhnya. Orang yang mati dalam keadaan melaksanakan shalat, puasa, haji, membaca Alquran, dibunuh oleh pemerintahan yang zalim dan tiranik, mati karena penyakit yang diderita atau ibu yang meninggal karena melahirkan anaknya adalah para syahid.

Jika demikian, jamaah haji Indonesia yang meninggal di Saudi Arabi adalah para syahid. Para aktivis mahasiswa yang mati diculik, korban tragedi 13-14 Mei 1997, Semanggi I dan II 1998, korban tragedi Tanjung Priok 1984, Haur Koneng Cirebon, Warsidi Lampung, korban 30 September 1965 dan semua korban kekerasan negara adalah para syahid. Korban pemboman Hotel Marriot, Kuningan dan Bom Bali I dan II adalah para syahid. Mereka yang mati berjuang demi tegaknya HAM dan demokrasi di Indonesia adalah para syahid; karenanya Marsinah dan Munir adalah syahid.

Bom Bunuh Diri
Lalu apakah pelaku bom bunuh diri itu syahid? Mereka yang melakukan bom bunuh diri bukanlah syahid, sebab menghancurkan diri sendiri diharamkan Allah swt. (QS.2:195). Menumpahkan darah dengan cara membom adalah cara yang tidak benar. Jangankan membom, menakut-nakuti orang lain saja hukumnya haram (HR. Thabrani dan al-Bazzâr). Pembom menganggap halal membunuh orang tak bersalah. Padahal, membunuh satu orang saja tanpa alasan maka seakan-akan orang itu telah membunuh manusia seluruhnya (QS.5:32).

Oleh karena itu, sangat mengherankan ada orang atau kelompok yang beragama Islam dan berbicara atas nama Islam, lalu menyatakan ingin mati syahid, tapi justeru mereka membunuh orang lain. Jika demikian, mereka telah mengotori Islam dengan kejahatan yang mereka lakukan. Mereka merusak wajah Islam dengan kemungkaran. Sang pengebom, walaupun berniat syahid, telah sesat dan salah jalan. Wallahu a’lam

No comments: