Oleh: Ayang Utriza Yakin, PhD.
Pada tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional Indonesia. Hari
ini dirayakan sebagai hari pendidikan nasional sebagai penghargaan terhadap
para perintis kemerdekaan awal yang memperjuangkan hak-hak pendidikan
bangsanya. Hal ini sangat penting untuk mengingatkan kepada kita mengenaikan
pendidikan. Terlebih, di saat sekarang di mana dunia pendidikan dalam keadaan
yang suram: mulai dari TK sampai Perguruan-Tinggi, dari persoalan pelecehan
seksual kepada anak-anak TK hingga kekerasan dan tawuran pada anak-anak SMP,
SMA, dan perguruan tinggi. Belum lagi masalah kecurangan dan kebohongan para
peserta didik kita dalam ujian dan para guru/dosen yang melakukan tindakan
tidak terpuji berupa korupsi: uang maupun waktu. Ini adalah cermin suram
pendidikan kita. Lalu, apa tujuan dan makna pendidikan kalau awalnya untuk
meluhurkan budi-pekerti, tetapi yang terjadi malah sebaliknya? Apa yang salah
dalam pendidikan kita? Persoalan terlalu banyak dan jawabannya pun bisa banyak.
Pada kesempatan singkat ini, khatib ingin mengulas dari sudut pandang agama kita,
agama Islam.
Pendidikan di Indonesia semakin tidak
meningkatkan budi pekerti dan akhlak luhur peserta didik karena para murid dan
guru tidak lagi menjadikan pendidikan sebagai ibadah. Bagi murid, pendidikan
hanya dijadikan sebagai rutinitas dan kewajiban, atau bahkan lebih buruknya
lagi, hanya untuk mendapat selembar ijazah untuk bersaing di pasar kerja. Bagi
guru, pendidikan hanya sebagai alat memenuhi kebutuhan hidup. Nah, cara pandang
yang keliru terhadap pendidikan ini yang harus diubah. Pendidikan bukan hanya
pergi ke sekolah bagi murid dan mengajar bagi guru, tapi lebih penting dari itu
pendidikan adalah sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika cara
pandang tersebut sudah berubah, maka kesungguhan menuntut ilmu memang karena
kebutuhan dan bukan karena kewajiban. Islam menempatkan begitu mulia bagi
mereka yang berilmu. Allah swt. berfirman:
Yarfa’illâhul
lazîna âmanû minkum wallazîna ûtûl ‘ilma darajâtin.
Allah akan mengangkat orang-orang yang
beriman dan diberi ilmu beberapa derajat.
Bahkan, Rasulullah bersabda tentang kemulian
seorang penuntut ilmu. Hadis dari Abu Darda ra. yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud (hadis no. 3641, hlm. 428, juz 3, Sunan
Abi Dawud, Beirut, Dâr al-Ma’rifat, 1422/2001).
Man
salaka tariqan yatlubu fîhi ‘ilman, salaka Allâhu bihi tariqan min turuqil
jannat, wa innal malâ’ikata latada’u ajnihataha ridan litâlibil ‘ilmi, wa innal
‘âlima layastagfiru lahu man fis samâwâti wa man fîl ardi, wal hîtani fi jawfil
mâ’I, wa inna fadlal ‘âlimi ‘alal ‘âbidi kafadlil qamari laylatal badri ‘alâ
sâ’iril kawâkibi, wa innal ‘ulamâ’ warasatul anbiyâ, wa innal anbiya’a lam
yuwarrisû dînâran wa lâ dirhaman, warrisûl ‘ilma, faman akhazahu akhaza
bihazzin wafirin.
“Barang siapa yang mencari suatu jalan untuk
menuntut ilmu, Allah akan carikan jalan baginya dari jalan-jalan surga. Para
malaikat dengan rela akan mengepakkan sayap-sayap mereka bagi para penuntut
ilmu. Semua apa yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di dalamnya
lautan, akan memohonkan ampun bagi orang yang berilmu. Kelebihan seorang yang ahli
berilmu (berpengetahuan) dengan orang yang ahli beribadah seperti keunggulan
bulan saat malam purnama dibandingkan dengan seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya
ulama adalah pewaris para nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham,
tetapi mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambil ilmunya, maka telah
mengambil dengan bagian wafir (yang
benar?).
Subhallah, mendengar hadis di atas, kita
menjadi paham betapa mulianya seorang pendrai ilmu, betapa agungnya para murid
TK, SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi jika niat mereka diluruskan bahwa belajar
adalah ibadah. Jika pergi ke sekolah untuk belajar diniatkan sebagai ibadah,
maka para murid itu akan dinaungi oleh malaikat dan semua yang ada di langit
dan bumi akan meminta ampun untuk mereka. Tentu, hadis ini berlaku bukan saja
mereka yang menuntut ilmu secara formal di bangku sekolah dan perguruan tinggi,
tetapi juga para bapak/ibu yang keluar rumah untuk menuntut ilmu baik ilmu
agama maupun ilmu umum, maka Allah akan bukakan pintu surga, malaikat akan
naungi dengan sayapnya, dan semua apa yang ada di bumi dan langit meminta ampun
untuk kita. Allahu akbar, begitu mulianya seorang yang mencari ilmu dalam agama
Islam. Kemulian itu terletak pada niat dan juga tujuannya. Jelas, saat belajar
juga harus memperhatikan semua adab dan tata-cara yang harus sesuai dengan
tuntutan agama dan tujuan dari ilmu yang kita peroleh juga untuk kebaikan
banyak orang.
Kalau cara belajar tidak benar, seperti
curang dengan cara suka menyontek, menganggu pencari ilmu yang lain, maka hal
ini tidak akan mendapatkan keistimewaan seperti yang diungkapan dalam hadis di
atas. Demikian juga, jika sudah memiliki ilmu, baik agama maupun umum, tapi
digunakan untuk hal-hal tercela, seperti korupsi, maka bukan surga yang Allah
akan sediakan, tetapi neraka, bukan sayap yang akan dikepakkan oleh malaikat
untuk menaungi, tetapi cakarnya, bukan ampunan yang dimintakan oleh semua isi
langit dan bumi, tapi kutukan.
Coba kita perhatikan, betapa banyak orang
yang pintar, tetapi menggunakan kepintarannya untuk menghabisi uang rakyat,
mulai dari pejabat tinggi dan tertinggi negara sampai RT, PNS atau swasta,
buruh atau pegawai, sama saja kalau pintar, tapi menggunakan kepintarannya
untuk mengambil yang bukan haknya. Kalau seperti ini, bukan ampunan, tetapi
malah laknat dan kutukan yang akan diterima. Secara hukum, dikejar-kejar KPK,
belum lagi diumpat dan dihardik oleh rakyat, dilaknat oleh alam dan bumi ini. Nauzubillah….
Jadi, kita semua harus merubah niat mencari
ilmu, baik bagi murid TK-SMA, mahasiswa/i di PT, maupun kita orang dewasa yang
mencari ilmu baik agama di pengajian-pengajian, maupun ilmu umum untuk jenjang
S-2 dan S-3 atau kursus-kursus: niat beribadah. Dengan niat ibadah mencari
ilmu, maka keutamaan-keutamaan yang disabdakan Rasulullah saw. akan menjadi
milik kita.
1. Mencari ilmu itu, akan memudahkan jalan
ke surga. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan Tirmizi dari
Ibnu Abbas (hadis no. 2645, hlm. 1031,
Sunan al-Tirmizi, al-Jâmi’ al-Sahîh, Beirut, Dâr al-Ma’rifah, 1432/2002):
man
salaka tariqan, yaltamisu fihi ilman, sahhalallâhu lahu tariqan ilal jannah, barang siapa yang mencari jalan untuk meraih ilmu, maka Allah akan
mudahkan jalan baginya jalan ke surga.
2. Orang yang belajar atau menuntut ilmu,
seperti mujahid.
Hadis no. 2647, diriwayatkan Tirmizi dari
Anas Ibn Malik, Rasulullah bersabda:
Man
kharaja fi talabil ilmi, kâna fi sabîlillâhi hattâ yarji’a
Barang siapa keluar mencari ilmu, seakan ia
berjuang di jalan Allah hingga ia kembali.
3. Belajar sebagai penggugur dosa. Hadis no.
2648, hadis yang diriwayatkan Tirmizi dari Sahbarah, Rasulullah bersabda:
Man
talabal ilma, kâna kaffâratan limâ madâ.
Barang siapa yang menuntut ilmu, maka
menggugurkan dosa yang telah lampau.
Demikianlah betapa agungnya orang yang
menuntuk ilmu, orang yang belajar. Oleh karena itu, marilah kita ubah niat kita
saat belajar. Niatkan untuk beribadah dan untuk mendapatkan ilmu yang
bermanfaat dengan diiringi cara-cara yang benar dan kegunaan ilmu itu juga
untuk kemanfaatan banyak orang.
Dengan hari pendidikan nasional, kita sebagai mayoritas penduduk negeri ini harus menjadi penggerak bagi
perubahan pendidikan yang karut-marut selama ini. Perhatian dan kepeduliaan
bagi murid dan guru harus ditingkatkan. Niat, prilaku, dan akhlak dalam belajar
harus diperbaiki. Marilah kita jadikan 2 Mei sebagai awal perubahan
niat dalam menuntut ilmu. Tentu, bukan saja untuk para murid dan mahasiswa,
tetapi bagi kita juga para orang tua marilah kita terus tingkatkan pengetahuan
dengan menjadikan membaca menjadi budaya keseharian kita. Mari kita benarkan niat
kita dalam belajar, dalam membaca, dalam mengajar, semata-mata untuk beribadah.
Dengan demikian, kita akan lebih berhati-hati dalam belajar, lebih
memperhatikan cara dan tujuan dari belajar itu sendiri. Semoga Allah swt. meridai perubahan ini.