Friday 21 September 2012

Kontroversi Film dan Karikatur Nabi Muhammad saw.

Khutbah Jumat 21 September 2012 di KBRI Paris

Oleh: Ayang Utriza NWAY
Mahasiswa PhD Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS) Paris.

2 Minggu belakangan ini umat Islam di dunia sedang mengalami cobaan dan musibah berupa pelecehan dan penghinaan Nabi Muhammad saw. dalam bentuk film dan karikatur.

Film The Innocence of Muslim yang dibuat oleh Sam Bacile alias Nakoula Basseley Nakoula, warga negara AS asal Mesir beragama Kristen-Koptik, dinilai sebagai film ttg Nabi Muhammad saw. yang menghinakan dan melecehkan. Akibatnya, film itu menuai kritik, protes, dan bahkan menelan korban jiwa dari orang-orang yang tak bersalah.

2 hari yang lalu, koran mingguan di sini, Charlie Hebdo, terbit pada Rabu 19 September 2012, nomor 1057, dengan judul «Intouchable 2. » dianggap menampilkan karikatur Nabi Muhammad saw. yang melecehkan.

Koran Charlie Hebdo, bukanlah pertama kali menampilkan karikatur Nabi Muhammad saw. Pada nomor khusus yang terbit pada Rabu 8 Februari 2006, Charlie Hebdo pun menerbitkan karikatur dengan judul « Muhammad débordé par les intégristes, » (Muhammad disibukkan oleh orang-orang muslim fundamentalis). Di karikatur tersebut terdapat ucapan yang keluar dari Nabi « C’est dûr d’être aimé par des cons. » (Betapa beratnya dicintai oleh orang-orang bodoh!)

Terus BerulangPelecehan dan penghinaan terhadap figur suci umat Islam ini bukanlah kali pertama terjadi.

Pada 30 Oktober 2005, koran besar di Denmark Jyllands-Posten memuat gambar kartun Nabi Muhammad saw. dengan bom di atas sorbannya yang dibuat oleh kartunis Kurt Westergaard. Akibat perbuatannya saat itu, dirinya diancam dibunuh dan umat Islam di seluruh dunia marah atas pemuatan karikatur Nabi tersebut.

Setiap kejadian seperti itu, umat Islam berdemontrasi menuntut pemerintah di mana kartunis dan koran atau sutradara tersebut berada, berarti mereka menuntut Amerika, Prancis, Denmark meminta maaf dan menghukum kartunis yang menggambar karikatur Nabi tersebut. Para pemimpin negara-negara Islam di dunia mengutuk perbuatan yang melecehkan agama Islam itu.

Bahkan, untuk kasus kartun di Denmark, pemimpin negara-negara di Timur Tengah, seperti Mesir, Saudi Arabia, Yordania, Palestina dan lainnya, memboikot semua produk Denmark.

Negara-negara yang memuat kembali kartun itu, seperti di Prancis, Belanda, Jerman, Norwegia dan Italia menuai protes dari umat Islam setempat. Media massa di beberapa negara muslim yang memuatnya, semisal tabloid Shihane di Yordania dihukum oleh Raja Abdullah.

Di Indonesia, pranala koran Rakyat Merdeka mendapat «serbuan» Front Pembela Islam (FPI). Tabloid Peta di Bekasi kembali memuatnya pada edisi 6-12/2/2005 harus menariknya kembali karena demonstrasi umat Islam.

Reaksi umat Islam terhadap pelecehan ini sungguh luar biasa.

Jauh sebelum peristiwa-peristiwa tersebut di atas, pada tahun 1990-an tentu kita masih ingat kasus novel Ayat-Ayat Setan (The Satanic Verses) karya Salman Rushdie yang memancing kemarahan umat Islam saat itu. Sampai-sampai Pemimpin Besar Iran saat itu Imam Khomeini mengeluarkan fatwa mati bagi Rushdie, dan menyediakan hadiah uang bagi yang dapat membawa kepala pemenang Nobel Sastera itu. Minggu lalu, tahun 2012, Pemerintah Iran baru saja meningkatkan imbalan uang bagi yang dapat membunuh Salman Rushdi ini.

Di Indonesia, tentu masih segar dalam ingatan kita kasus Arswendo Atmowiloto. Tabloid Monitor yang dipimpinnya mengeluarkan hasil jajak pendapat orang terpopuler di Indonesia. Dan hasilnya Nabi Muhammad di urutan ke-11, berada jauh di bawah Presiden Suharto kala itu. Umat Islam marah. Arswendo pun harus menginap di hotel prodeo untuk beberapa tahun. Dan tentu masih banyak lagi kasus-kasus lain seputar pelecehan terhadap Nabi.

Beda Agama, Beda SikapPelecehan terhadap simbol-simbol keagamaan sangar rentan membakar emosi umat. Mereka memandang melecehkan Nabi, berarti melecehkan Islam dan hal itu tidak bisa ditolerir. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa menggambar, mematung dan semua bentuk visualisasi Nabi dilarang. Apalagi jika sesuatu (lisan maupun tulisan) itu melecehkan Nabi, fukaha menjatuhkan hukuman zindiq (blaspheme/kafir) yaitu mati.

Islam sangat keras menentang visualisasi Nabi dalam bentuk apapun, sementara dalam ajaran agama lain visualisasi Nabi, mungkin, dipandang sebagai hal yang biasa. Apalagi, ‘melecehkan’ sosok dan tokoh yang dihormati, di dalam Islam, sama sekali tidak dibenarkan, dan pasti akan memunculkan reaksi umat yang luar biasa. Contoh teranyar adalah kasus film sutradara Belanda Theo van Gogh yang dianggap melecehkan Nabi saw., sampai seorang ektremis Muslim imigran asal Maroko di Belanda membunuhnya.

Dalam agama lain, mungkin, tidak seperti ini, karena kebebasan mencipta dan berkarya adalah hak asasi yang dijunjung tinggi. Kebebasan cipta dan karya hingga pun melecehkan Yesus dalam bentuk gambar, kartun, dan film dianggap dingin oleh umat Katolik dan Protestan di Eropa. Gambar dan kartun yang melecehkan Yesus itu cukup banyak kita jumpai di Eropa, tetapi tidak digubris oleh umat Kristiani. Film-film sutradara Italia Pier Paolo Pasolini ‘melecehkan’ Yesus dan gereja, dengan menggambarkan skandal seks kalangan gerejawi dan Yesus. Tetapi, untuk satu kasus ini, akhirnya, Pasolini pun mati dibunuh ekstremis Katolik Italia.

Perbedaan menanggapi kebebasan berkarya dari kedua agama samawi ini karena sejarah masing-masing agama berbeda. Kristen telah mengalami reformasi keagamaan yang luar biasa melalui modernisasi. Anak kandung modernisme Eropa melahirkan sekularisme, berupa pemisahan agama dan politik. Hasilnya, antara lain, kebebasan cipta dan seni yang tidak lagi harus takut, tunduk, dan patuh terhadap aturan agama, karena seni adalah ruang publik di mana agama tidak boleh mengintervensinya, sebab agama hanya hidup di ruang privat.

Hukum NegaraTentu kebebasan berekspresi harus dihargai dan dijunjung tinggi oleh siapa pun. Namun, harus ada batasannya. Jika kebebasan itu melecehkan keyakinan orang lain, maka hal itu tidak bisa dibenarkan dinilai dari sudut pandang manapun. Kebebasan yang tak ada aturannya akan terjerumus pada kekacauan. Oleh karena itu, perlu dibuat aturan hukum yang jelas. Sehingga para pekerja seni termasuk kartunis dapat mengetahui batasan-batasan mana yang boleh dan dilarang, paling tidak untuk negara-negara muslim. Untuk negara-negara Eropa, mungkin, para pemilik media massa harus mengerti dan sadar akan hal yang satu ini.

Hal ini penting untuk menghindari tindakan anarkis dari umat Islam dalam menanggapi masalah seperti ini.

Bagaimanakah negera-negara muslilm dan Islam melihat kasus pelecehan terhadap agama atau nabi ini?

Hukum pidana di negara-negara muslim (Negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam) dan negara Islam (Negara yang menerapkan syariat Islam) berbeda dalam melihat kasus pelecehan Nabi Muhammad. Beberapa contoh dapat kita lihat di paparan berikut ini.

Negara muslim seperti Brunei Darussalam dan Mesir tidak mengatur secara jelas hukum pelecehan Nabi. UU pidana Brunei, edisi revisi 2001, Bab XV tentang pelanggaran terhadap agama, pasal 298 hanya menyebutkan tindakan menghina keyakinan agama seseorang dihukum 1 tahun penjara atau didenda atau keduanya. Sementara di Mesir, UU Pidana No. 58 tahun 1937, pasal 160 dan 161 hanya mengatur masalah pelecehan tempat-tempat suci dan acara keagamaan dihukum maksimal 1 tahun penjara atau denda 20 pounds Mesir.

Adapun negara Islam terbagi menjadi dua: pertama, negara Islam yang tidak secara jelas mengatur hukum pelecehan Nabi, seperti Nigeria dan Yaman. Di Zamfara, negara bagian Nigeria, UU pidana Islam no. 10 tahun 2000, pasal 400 hanya menyebutkan perbuatan menghina agama dihukum 2 tahun penjara atau denda atau keduanya. Begitu juga di Yaman, UU No. 12 tahun 1994, pasal 261 hanya mengatur pelecehan tempat-tampat suci agama dihukum maksimal 1 tahun penjara dan denda 1000 riyal.

Kedua, negara Islam yang secara jelas mengatur hukum penghinaan terhadap Nabi Muhammad, seperti Iran dan Pakistan. Di Iran, UU pidana Islam 1991, Buku ke-V tentang ta’azirat (diratifikasi 22 Mei 1996) Bab 2, pasal 513 menyatakan siapa saja menghina kesucian Islam atau para imam atau sadiqah tahirah maka akan dihukum mati, jika hinaannya sama dengan menghina secara lisan kepada Nabi Muhammad.

Di Pakistan, UU Pidana Pakistan 1860, pasal 295-C menyebutkan siapa saja dengan kata-kata, baik lisan atau tulisan atau sesuatu yang dapat terlihat atau imputasi atau sindiran atau tuduhan halus, baik langsung ataupun tidak langsung, melecehkan kesucian nama Nabi Muhammad saw. akan dihukum mati atau penjara seumur hidup dan membayar denda.  

Dengan demikian, Iran dan Pakistan adalah dua negara Islam yang mengatur dengan jelas hukum penghinaan dan pelecehan terhadap Nabi, yaitu dihukum dengan hukuman mati. Negara Islam lainnya, seperti Nigeria (Zamfara) dan Yaman, hanya dihukum penjara dan denda. Adapun negara-negara muslim tidak mengatur secara khusus pasal pelecehan Nabi, karena itu bentuk hukumannya pun berbeda tergantung pasal mana yang akan digunakan.

Di Indonesia sendiri, dalam KUHP tidak ada pasal khusus yang mengatur masalah pelecehan agama. Bab XXX tentang penerbitan dan pencetakan, pasal 483 dan pasal 484 hanya menyebutkan orang yang menerbitkan atau mencetak tulisan atau gambar yang merupakan perbuatan pidana dapat dihukum satu tahun 4 bulan penjara atau kurungan paling lama 1 tahun atau denda Rp. 300.

Sikap Umat IslamApa yang dipertontonkan oleh umat Islam belakangan ini dengan kemarahan berupa pembakaran, penyerangan simbol-simbol Barat dan Amerika, seperti kedutaan, hingga menimbulkan korban jiwa patutlah disayangkan. Lagi-lagi hanya citra Islam yang buas yang muncul dari kasus ini. Demontrasi damai tentu boleh, tetapi kalau sudah pembakaran dan penyerangan tentu hal ini dilarang di dalam Islam.

Menanggapi kasus-kasus seperti ini harus ditanggapi dengan kepala dingin dan harus mencontoh teladan Rasulullah saw. pribadi yang selalu menjadi obyek pelechan dari dulu hingga sekarang, sesuai dengan firmah Allah swt.

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Al-Ahzâb/33:21).”

Nabi Muhammad saat dihina dan dilecehkan ketika akan berdakwah ke Taif, Nabi tidak marah. Tidak lantas menyerang penduduk Taif, apalagi membunuh mereka. Sebaliknya, Nabi Muhammad mendoakan mereka “Allahummahdi fa’innahum la ya’lamun, ya Allah berilah mereka hidayah, petunjuk, sesungguhnya mereka tidak tahu.

Setiap hari Rasulullah mendapat hinaan, ejekan, ancaman, dan bahkan siksaan. Misalnya, setiap saat Rasulullah berjalan di hadapan Walid Ibn al-Mughirah, Umayyah Ibn Khalaf, dan Abu Jahal Ibn Hisyam, mereka mengejek-ejek Rasulullah, lalu turunlah ayat

"Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka" (QS. al-An’âm/6 :10) (Ibn Hisyam, Sîrah al-Nabawiyyah, Beirut, Dâr al-Ma’rifat, t.t., vol. II, p. 186.).

Saat Rasulullah diejek dan dihina, ia hanya bersabar dan tetap rasional (sabiran wa muhtasiban) dan menasehati para sahabatnya untuk bersabar dari pendustaan, penyiksaan, dan penghinaan (h. 213.). Dalam menghadapi ujian seperti pelecehan kartun dan film Rasulullah, kita umat Islam harus sabar. Tidak boleh anarkis, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah : sabar dan tetap rasional

Oleh karena itu, janganlah kita ikut masuk ke dalam permainanan dan genderang mereka. Janganlah terlalu peduli dengan hal-hal kecil yang amat remeh-temeh ini. Kalau perhatian kita terlalu besar terhadap hal-hal seperti itu, hanyalah menguntungkan si kartunis, koran, pembuat film, dan produser. Mereka semua menjadi terkenal dan kaya, sementara kita tak mendapat apa-apa. Mereka yang berkepentingan dengan imbas politik dari hal ini bertepuk tangan dan bersorak-sorai gembira karena berhasil memprovokasi umat Islam.

Marilah kita lihat kartun dan film itu sebagai sesuatu yang tak berharga, seperti sampah atau seperti kotoran yang keluar dari tubuh kita yang kita buang setiap pagi.

Barakallahu lakum fil qurânil azim, wa nafa’ani wa iyyâkum bimâ fîhi minal âyâti wa zikril hakîm. Wa taqabballalâhu minnî wa minkum tilawatahu innahu huwas samî’ul ‘alîm. Fastagfirûhu fayâ fawzal mustagfirîn wa ya najâtat tâ’ibîn.

No comments: